Ilustrasi via Merdeka.com
Kisah ini diceritakan oleh Manshur Al Iwaji dalam bukunya Ajaa’ib Al Qashash, mengutip berita harian umum Tartiim yang terbit di Nigeria.
Pria itu bernama Pastor Woll Frost, ia merupakan seorang pemuka gereja di Angola yang ketika itu tengah memegang sebuah mushaf dan menghadap kepada jema’atnya.
Woll Frost kemudian melemparkan mushaf itu ke lantai dan menyiramnya dengan bensin. Orang-orang memerhatikannya dengan serius. Saat Woll Frost menyalakan korek api, tapi entah bagaimana tiba-tiba malah tangannya yang tersulut api dari korek itu.
Mungkin, tangan itu terciprat bensin saat menyiram mushaf. Tangan Frost pun terbakar. Sedangkan mushaf tidak jadi dibakar. Bahkan, tersentuh api pun tidak.
Menyaksikan peristiwa itu, para jema’at tercengang keheranan. Tetapi yang lebih heran adalah Woll Frost sendiri. Ia memikirkan peristiwa itu, dan mulai menyadari betapa ajaibnya Al Qur’an.
Ia yang ingin membakar Al Qur’an, justru tangannya sendiri yang terbakar. Ia yang ingin menghina dan memalukan kitab suci umat Islam, malah ia sendiri yang dipermalukan.
Woll Frost memikirkan peristiwa itu, keajaiban itu, dan mulai menyadari bahwa ia baru saja diselamatkan dari hal paling gila yang akan dilakukannya. Selama ini kebencian membuatnya tertutupi dari kebenaran Al Qur’an. Selama ini kebencian membuatnya gelap memandang kitab suci yang mulai diakuinya penuh keajaiban.
Dari lubuk hatinya yang paling dalam, ia kini menyadari bahwa Al Qur’an adalah kebenaran. Woll Frost pun kemudian mengikrarkan diri masuk Islam. Membaca syahadat.
Masuk Islamnya Woll Frost membuat lingkungannya gempar. Betapa tidak. Ia yang dulunya paling gencar memusuhi Al Qur’an, kini menjadi pengikutnya. Ia yang dulunya paling membenci Al Qur’an, kini mengakui kebenarannya. Ia yang dulu berniat membakar Al Qur’an, kini malah tunduk kepadaNya. Ia masuk Islam, menjadi mualaf, mengakui Al Qur’an sebagai wahyu Ilahi dan kitab suci.
Tak lama setelah keislaman Woll Frost, pemimpin gereja Angola Yaqoub Musa pun menyatakan masuk Islam. Keislaman keduanya diikuti oleh masuk Islamnya sekitar 200 orang lainnya.
Selain memimpin gereja, Yaqoub Musa adalah Sekretaris Jenderal Lembaga Misionaris di Angola. Ia memangku jabatan itu kurang lebih selama 22 tahun. Begitu masuk Islam, ia kemudian mengundurkan diri dari jabatan tersebut.
Ketika pemimpin redaksi harian Tartiim mewawancarainya, Yaqoub Musa mengatakan bahwa saat ini (sewaktu buku Ajaa’ib Al Qashash ditulis) ia menghabiskan waktunya untuk menyebarkan Islam di Nigeria.
Masya Allah… demikianlah saat hidayah datang. Ia datang dengan kepada siapa yang dikehendakiNya dengan berbagai cara yang kadang tak pernah diduga. Saat hidayah datang, dan seseorang menyambutnya dengan sepenuh hati, Allah pun mengubahnya dengan segera.
Ia yang tadinya membenci Islam menjadi sangat mencintainya. Ia yang tadinya memusuhi Islam, kini menjadi orang yang membelanya. Ia yang tadinya memprovokasi orang lain agar menjauhi Islam, kini berubah menjadi dai yang menyeru manusia untuk beriman kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.[]
Sumber: Kisahikmah.