Antara Afi dan Awkarin Mirip Tapi Tak Sama

Tulisan Afi
"Teruntuk adik-adikku di SMP dan SMA, jangan pernah bersuara. Jangan pernah percaya diri untuk tampil berbeda. Jangan bersikap kritis. Jangan berpendapat. Jangan suarakan keresahan kalian. Jangan berpikir macam-macam, apalagi sampai berani mempertanyakan sebuah keadaan yang telah lama tertata."

"Adik-adikku sayang,
Ingatlah yang kakak sampaikan.
Jangan terlalu tinggi harapan! Kau lihat sendiri, di negeri ini,
Korupsi, rusak moral, dan sepi nalar tidak apa-apa, asalkan kau tidak berkata terlampau jujur terhadap realita."

Kata Awkarin
"Memang kalian semua suci dan aku penuh dosa"



Antara AFI dan AWKARIN

oleh : Hilmi Firdausi

Secara usia, Afi dan tentu saja Awkarin sudah tidak bisa disebut anak-anak lagi, karena di pedesaan anak seumur mereka bahkan sudah punya anak-anak. Tapi sebagai yang lebih senior dalam dunia persilatan, maka izinkanlah kembali saya memanggil mereka Dek, tapi bukan dalam rangka Adek Kakak-an ya. 😂😂😂

Dek Afi dan lebih dulu Dek Awkarin alias Karin Novilda pada dasarnya adalah anak-anak muda yang cerdas. Kalau tidak cerdas ya tidak mungkin jadi headline se Indonesia raya. Ada yang salah kah pada diri mereka. No...no...no, mereka hanya korban dari sistem pendidikan yang salah.

Pernah baca tulisan saya terdahulu yang berjudul "Pak Anies, Awkarin dan Arabisasi" ?, kalau sudah pasti anda tau dimana letak salahnya.

Pasti semua langsung mikir, kalau Awkarin bisa jadi korban sistem pendidikan yang salah, tapi Afi ? Dia anak cerdas, kritis, dan pandai menulis...entah apa dia juga pandai menjahit dan rajin menabung ? 😀

Sini saya kasih tau...kalau Awkarin korban dari pendidikan yang terlalu berorientasi akademik tapi mengesampingkan iman dan akhlaq, sedangkan AFI adalah korban dari pendidikan yang minim akan penanaman aqidah yang tepat. Sebenarnya hampir mirip sih, bedanya hanya output yang dihasilkan.

Pasti masih belum nyambung 🤔...
Gini deh...tau kan Ghazwul Fikri (GF) yang sering saya bahas ? Jika Awkarin adalah korban GF jenis hardcore, nah kalau Afi ini korban GF yang lebih smooth. Dampak GF pada Awkarin jelas sekali terlihat dari gaya hidup, gaya berpakaian, gaya bicara lalu menyerang orang-orang yang mengkritiknya dengan kalimat "Kalian suci...Akyu penuh soda...soda gembira."😂😂😂

Tapi kalau Dek Afi, ga kelihatan sama sekali. Dia selayaknya anak remaja biasa. Pakaian sopan, gaya hidup dan gaya bicara pun tak ada yang aneh...namun, pemikirannya jelas adalah korban dari GF tingkat tinggi. GF level ini seharusnya ditujukan pada orang yang lebih dewasa, berpendidikan namun kurangnya akan pemahaman Islam yang hanif sesuai tuntunan Allah dan RasulNya.

Tapi sekarang GF tingkat ini sudah mulai menyerang juga anak-anak Sekolah Menengah yang tampaknya sudah bosan dengan hura-hura, hedonisme, pergaulan bebas, dsb. Anak-anak muda yang sudah mulai serius memikirkan masa depannya juga masa depan bangsa, kritis akan segala hal, termasuk dalam masalah agama.

Celakanya anak-anak muda seperti ini kurang sekali pendampingan orang-orang yang tepat, salah membaca buku, salah mengambil rujukan dan referensi ditambah pembiaran dari orang-orang dewasa yang tidak mengerti atau malah sengaja memperalat mereka demi sebuah kepentingan ?!

Jika kita mudah sekali mengatakan yang dilakukan Awkarin itu hal yang salah, tidak sesuai dengan budaya Indonesia dsb...tapi yang dilakukan Afi tidak ada salahnya, bahkan banyak yang menyanjung dan memujanya.

Jika orang dewasa saja memuja, bayangkan anak-anak sebaya Afi pasti akan menjadikannya panutan.

Inilah bahayanya....sebuah konsep pemikiran liberal yang disampaikan oleh ABG tentu akan lebih mudah diterima, karena pasti orang akan menganggap ABG belum terkontaminasi, lebih natural dan tanpa kepentingan apapun. Padahal Kebablasan !!!

Virus liberalisme ini sungguh sangat membahayakan aqidah ummat terutama yang minim akan pemahaman Islam yang lurus. Jadi salah siapa....?! Afi tidak salah...yang salah adalah orang-orang dewasa yang memujanya berlebihan, para ulama yang tidak membantu menasihati dan liputan media yang mendukung "kesalahan" pemahaman Dek Afi.

Tidak ada kata terlambat untuk mengantisipasi virus liberalisme ini. Bagi para praktisi pendidikan, arahkan anak-anak muda untuk mencari rujukan beragama dan berpikir yang benar. Para da'i harus lebih concern menggarap dakwah remaja agar mereka tidak salah jalan. Para orangtua harus terbuka kepada anak-anak ABG-nya, ajak mereka ngobrol, jangan sampai ortu tidak tau apa yang dilakukan anaknya. Dan lebih dari kesemuanya itu, mari kita berdoa agar anak-anak kita, adik-adik kita sebaya Awkarin dan Afi segera mendapatkan hidayah sehingga kelak menjadi pembela Agama Allah.

Sekali lagi, tidak ada kata terlambat dalam sebuah proses perbaikan, karena yang biasa terlambat adalah wanita yang datang bulan.